Selasa, 26 Februari 2019

Landasan Sosiologis dan Kultural Pendidikan


MAKALAH
LANDASAN SOSIOLOGIS DAN KULTURAL PENDIDIKAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Dengan dosen pengampuh Dr. M. Fahim Tharabah, M.Pd



Disusun oleh kelompok 7:
Faradina milla maula (17170002)
Aminatuz Zahra (17170003)
Djajad   (17170004)



MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITASI ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2017-2018



BAB I

PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Proses belajar mengajar adalah inti dari kegiatan pendidikan secara keseluruhan. Dalam proses belajar mengajar tersebut tidak akan terealisasi tanpa adanya landasan yang menopangi. Landasan yang dimaksud adalah landasan pendidikan. Landasan  pendidikan diperlukan agar pendidikan yang sedang berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang kuat. Pendidikan dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik. Namun apa jadinya jika pendidikan hanya mementingkan  intelektual semata tanpa membangun karakter peserta didiknya. Pembangunan karakter tersebut dapat dilakukan oleh seorang tenaga pendidik terhadap muridnya, maka disinilah proses interaksi berlangsung.
Proses interaksi ini  dapat dikatakan sebagai proses sosiologis dalam pendidikan. Banyaknya proses interaksi yang kurang selaras di dunia pendidikan mengakibatkan para pelajar tidak tercetak secara optimal. Untuk itu, sangatlah penting sebuah interaksi antara tenaga pendidik dengan muridnya di dunia pendidikan agar mampu mencetak para pelajar secara optimal. Makalah “Landasan Sosiologis dan Kultural Pendidikan” ini yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.
B.       Rumusan Masalah
1.  Apa Pengertian Landasan Sosiologis dan Kultur Pendidikan?
2. Apa yang dimakhsud dengan Teori sosial dan budaya masyarakat sebagai landasan pelaksanaan pendidikan?
3.  Bagaimana sikap yang mencerminkan nilai-nilai sosial?
C.      Tujuan Penulisan
1.  Dapat memahami Pengertian Landasan Sosiologis dan Kultur Pendidikan
2. Dapat memahami Teori sosial dan budaya masyarakat sebagai landasan pelaksanaan pendidikan
3.   Dapat memahami sikap yang mencerminkan nilai-nilai sosial



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Landasan Sosiologis dan Kultural Pendidikan
1.    Pengertian Landasan Sosiologis
Landasan berasal dari kata “landas” yang berarti “alas atau tumpuan”[1]. Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan[2]. sedangkan Sosiologi pendidikan berasal dari dua kata, sosiologi dan pendidikan. Secara Etimologi sosiologi berasal dari kata Latin socius yang berarti “kawan” dan kata Yunani logos yang berarti “kata” atau “berbicara[3], sedangkan Pendidikan dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak[4].
Berikut ini beberapa definisi dari pendapat para ahli:
a.       Ellwood. Sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang maksud hubungan – hubungan antara semua pokok masalah antara proses pendidikan dan proses sosial.
b.      Menurut S. Nasution, sosiologi pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara – cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan proses kepribadian individu agar lebih baik[5].
Dari pengertian sosiologi pendidikan di atas, secara sederhana dapat di simpulkan bahwa yang dinamakan dengan sosiologi pendidikan adalah ilmu pengatuhuan yang mempelajari permasalahan – permasalahan pendidikan dan berusaha untuk mencari pemecahannya berdasarkan pendekatan sosiologis[6].
Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola – pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan.  Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang: Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain, Hubungan kemanusiaan di sekolah, Pengaruh sekolah pada anggotanya, Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya[7].
2.      Pengertian Kultural Pendidikan
Kultural Pendidikan (education culture) merupakan gagasan, konsep, yang mendasari praksis pendidikan. Kebudayaan pendidikan merupakan aspek dari keseluruhan kebudayaan. Oleh sebab itu kebudayaan pendidikan tidak terlepas dari keseluruhan elemen – elemen kebudayaan khususnya filsafat, ilmu pengetahuan, adat istiadat, dan cara hidup lainnya[8].
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu.  Oleh karena itu, dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Sistem Pendidikan Nasinal adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat di lestarikan atau dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dan generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun formal.  Sebaliknya bentuk, ciri – ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut di tentukan oleh kebudayaan masyarakat dimana proses pendidikan itu berlangsung. Dimaksudkan kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma – norma, nilai – nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat tertentu[9].
Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi karya itu akan selalu terkait dengan pendidikan, utamanya belajar.  Kebudayaan dalam arti luas tersebut dapat berwujud:
1.    Ideal seperti ide, gagasan, nilai, dan sebagainya
2.    Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
3.    Fisik yakni benda hasil karya manusia[10].
Kebudayaan dapat dibentuk, di lestarikan, atau dikembangkan karena dan melalui pendidikan.  Baik kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan melalui proses pendidikan[11].
Dengan demikian bisa di simpulkan bahwasannya, Kultural pendidikan merupakan sesuatu pengetahuan yang membahas tentang bagaimana cara membudayakan atau mewariskan pola tingkah laku, nilai – nilai, dan norma - norma pendidikan di segala bidang dengan jalur pendidikan yang berlandaskan kebudayaan atau kultur suatu bangsa tersebut.

B.       Teori Sosial Dan Budaya Masyarakat Sebagai Landasan Pelaksanaan Pendidikan
Teori merupakan alat untuk melakukan analisis. Oleh sebab itu, teori bukan merupakan tujuan suatu analisis, tetapi merupakan alat untuk memahami kenyataan atau fenomena, suatu teori kadang kala tidak mampu secara tuntas menganalisis sesuatu. Oleh karena itu melalui penelitian, teori ini dipertajam, diperkuat, atau bahkan sebaliknya dibantah dengan suatu kenyataan atau fenomena[12].
Dalam sosiologi, teori telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dalam bab ini, kita hanya membatasi empat teori yaitu :
1.      Teori Struktural Fungsional
Teori struktural Fungsional menjelaskan tentang bagaimana berfungsinya struktur. Setiap struktur (Mikro seperti persahabatan, organisasi, dan makro seperti masyarakat) akan tetap ada sepanjang ia memiliki fungsi. Oleh sebab itu, kemiskinan misalnya, akan tetap ada sepanjang ia memiliki fungsi. Herbert gans (1972) menemukan 15 fungsi kemiskinan bagi masyarakat amerika, diantaranya : 1) Menyediakan tenaga untuk pekerjaan kotor bagi masyarakat. 2) Memunculkan dana-dana social. 3) Pemanfaatan barang bekas yang tidak digunakan oleh orang kaya. 4) Menguatkan norma-norma social utama dalam masyarakat. 5) Orang miskin memberikan standar penilaian kemajuan bagi kelas lain[13].
2.      Teori Struktural Konflik
Teori struktural konflik menjelaskan bagaimana struktur memiliki konflik. Berbeda dengan teori struktural fungsional yang menekankan pada fungsi dari elemen-elemen pembentuk struktur, teori structural konflik melihat bahwa setiap struktur memiliki berbagai elemen yang berbeda. Elemen yang berbeda ini memiliki motif, maksud, kepentingan, atau tujuan yang berbeda-beda juga.
3.      Teori Interaksionisme Simbolik
Teori interaksionisme simbolik memahami realitas sebagai suatu interaksi yang di penuhi berbagai symbol. Kenyataan merupakan interaksi interpersonal yang menggunakan simbol-simbol.  Penekanan pada struktur oleh dua teori makro yang di bahas sebelumnya, yaitu struktural konvensional dan konflik, telah mengabaikan proses interpretatif dimana individu secara aktif mengkontruksikan tindakan-tindakan dan proses interaksi  dimana individu menyesuaikan diri dan mencocokan berbagai macam tindakannya  dengan mengambil peran dan komunikasi simbol[14]. Contoh : Misalnya anda mempunyai seorang adik kecil atau keponakan yang masih anak-anak karena anda belajar sosiologi, maka rasa ingin tahu anda terhadap apa kenapa dan bagaimana orang berpikir atau melakukan sesuatu itu tinggi. Ketika anda dapati adik atau anak kecil sedang bermain  dengan teman sebayanya, anda menyapa mereka dengan bertanya, “sedang ngapain, dek ?” Mereka menjawab sedang mengendarai mobil. Apa yang dimaknai dengan mobil adalah sofa di ruang tamu. Jadi saat mereka bermain mereka menciptakan symbol, yaitu dengan memaknai sofa di ruang tamu sebagai symbol mobil.
4.      Teori Pertukaran
Teori pertukaraan melihat dunia sebagai arena pertukaran, tempat orang-orang saling bertukar ganjaran/ hadiah. Apapun bentuk perilaku sosial seperti persahabataan, perkawinan, atau perceraian tidak lepas dari soal pertukaran[15].

C.      Pengaruh Kehidupan Sosial Dan Budaya Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Pendidikan
1.      Kehidupan Sosial Berpengaruh Terhadap Pelaksanaan Pendidikan
Pada dasarnya masyarakat senantiasa memiliki dinamika untuk selalu tumbuh dan berkembang disamping itu juga, setiap masyarakat memilki identitas sendiri sesuai dengan pengalaman budaya dan perbendaharaan alamiah-nya. Masyarakat sebagai satu totalitas memiliki physical environment (lingkungan alamiah, benda-benda, iklim, kekayaan material) dan social environment (manusia, kebudayaan, dan nilai-nilai agama), sumber daya alam, sumber daya manusia, dan budaya.
Sebagaimana yang diungkapkan terdahulu, keterkaitan masyarakat dengan pendidikan sangat erat dan saling memengaruhi.
Suatu kenyataan bagi setiap orang bahwa masyarakat yang baik, maju, modern, ialah masyarakat yang didalamnya ditemukan suatu tingkah pendidikan yang baik, maju dan modern pula, dalam wujud lembaga-lembaganya maupun jumlah dan tingkat orang yang terdidik. Dengan perkataan lain, suatu masyarakat maju karena adanya pendidikan yang maju, baik dalam arti kualitatif maupun kuantitatif[16]. Learning Society adalah masyarakat yang selalu suka belajar atau masyarakat pembelajar. Proses menjadikan masyarakat sebagai masyarakat pembelajar bisa dicapai melalui berbagai cara, termasuk di dalamnya adalah melalui pendidikan formal (sekolahan) bagi warganya. Lingkungan kehidupan masyarakat yang baik dapat mendorong anak untuk berkembang pribadi kreatifitasnya[17].
Identitas dan perkembangan masyarakat tersebut sedikit banyak akan berpengaruh terhadap sekolah. Pengaruh tersebut baik dalam orientasi dan tujuan pendidikan maupun proses pendidikan itu sendiri. Dalam orientasi dan tujuan pendidikan jelas sedikit banyak akan diwarnai oleh masyarakatnya mengingat sekolah merupakan lembaga masyarakat, sekolah berada di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu wajar bila kurikulum sering diadakan perubahan dan tujuan pendidikan rumusannya mengalami perubahan mengingat keadaan masyarakat memang berkembang dan berubah pula. Sedang proses pendidikan sering mengaalami perubahan . misalnya diterapkan proses belajar mengajar dengan pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), penggunaan modul paket belajar, mesin mengajar dan lain-lain semata-mata karena kemajuan baik di masyarakat maupun disekolah itu sendiri. Kemajuan di masyarakat tidak sekedar kemajuan peradaban saja, tetapi juga dimiliknya sarana-sarana, kemajuan ekonomi sehingga mampu menompang kebutuhan sekolah. Dengan demikian dapat disimpulkan pengaruh dan peranan masyarakat terhadap sekolah sebagai berikut[18] :
a.    Sebagai arah dalam menentukan tujuan
b.    Sebagai masukan dalam menentukan proses belajar mengajar
c.    Sebagai sumber belajar
d.   Sebagai pemberi dan dan fasilitas lainnya
e.    Sebagai laboratorium guna pengembangan dan penelitian sekolah
2.      Budaya Masyarakat Berpengaruh Terhadap Pelaksanaan Pendidikan
Kebudayaan sebagai dinamika kehidupan manusia akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman, percepatan perkembangan ilmu dan teknologi,serta perkembangan proses pemikiran manusia. Perkembangan-perkembangan tersebut tidak dapat disangkal dipengaruhi oleh pendidikan. Kecuali itu pendidikan adalah bagian dari kebudayaan itu sendiri dan mempunyai pengaruh timbal-balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan. Tampak bahwa pendidikan berperan dalam mengembangkan kebudayaan. Pendidikan adalah medan manusia dibina, ditumbuhkan, dan dikembangkan potensi-potensinya. Semakin potensi seseorang dikembangkan semakin ia mampu menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab pelaku (aktor) kebudayaan adalah manusia.
Kehidupan budaya masyarakat yang mendasari penyelenggaraan pendidikan melipuiti kondisi-kondisi kultural yang ada dalam masyarakat berupa: sistem nilai yang dianut, aneka kepercayaan, mitos-mitos, tata kelakuan atau norma, perilaku kebiasaan atau adat istiadat, etnisitas, dan kesenian[19]. Salah satunya dimasyarakat terdapat norma-norma sosial budaya yang harus diikuti oleh warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukkan kepribadian warganya dalam pendidikan. Para tokoh agama atau tokoh masyarakat berperan dalam  penularan norma-norma masyarakat disamping orang tua kepada anak-anak tentang adat istiadat atau tradisi atau sopan santun, baik dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun dalam pergaulan sehari-hari. Norma-norma masyarakat yang berpengaruh tersebut sudah merupakan aturan-atruran yang ditularkan oleh generasi itu kepada generasi mudanya. Penularan-penularan yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan ini sudah merupakan proses pendidikan masyarakat[20].







[1] Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Akar Media, 2003, hlm.315
[2] Sulipan, htttp://wordpres.com/2009/10/02/pengertian-dan-jenis-landasan-pendidikan/, diakses tanggal 21-10-2017, Pukul: 19.00
[3] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Radar Jaya Offset, 1986, hlm.3
[4] Moh. Padil & Triyo Suprayitno, Sosiologi Pendidikan, Malang: UIN Press, 2010, hlm.3
[5] Ibid, 5
[6] Ibid, 6
[7] Umar Tirta Rahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005, hlm.95
[8] H.A.R. Tilaar, Pendidikan Kebudayaan, Dan Masyarakat Madani Indonesia Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, hlm.103
[9] Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005, hlm.100
[10] Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005, hlm.100
[11] Ibid
[12] Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Pranada Media Group, 2011 halaman 49
[13] Ibid, 50
[14] Ibid, 58
[15] Ibid, 62
[16] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 110
[17] Rochmat Wahab, Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: CV. Aswaja Pressindo, 2011), hal.204-205
[18] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001), hal 38
[19] Rochmat Wahab, Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: CV. Aswaja Pressindo, 2011), hal.21
[20] Abu ahmadi dan nur uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (jakarta: PT Rineka Cipta, 2001), hal 184



Selamat Datang di Blog Kami..
Semoga Informasi yang Kami Berikan dapat Membantu Kalian Semua yang Membutuhkan....

Bila kamu tak tahan lelahnya belajar
maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan (Imam Syafii)