MAKALAH
LANDASAN SOSIOLOGIS DAN
KULTURAL PENDIDIKAN
Diajukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Dengan dosen pengampuh Dr.
M. Fahim Tharabah, M.Pd
Disusun oleh kelompok 7:
Faradina milla maula
(17170002)
Aminatuz Zahra (17170003)
Djajad (17170004)
MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITASI ISLAM NEGERI MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
TAHUN 2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Proses belajar mengajar adalah inti dari kegiatan
pendidikan secara keseluruhan. Dalam proses belajar mengajar tersebut tidak
akan terealisasi tanpa adanya landasan yang menopangi. Landasan yang
dimaksud adalah landasan pendidikan. Landasan pendidikan diperlukan
agar pendidikan yang sedang berlangsung mempunyai pondasi atau pijakan yang
kuat. Pendidikan
dipercaya dapat membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi
lebih baik. Namun
apa jadinya jika
pendidikan hanya mementingkan intelektual semata tanpa
membangun karakter peserta didiknya. Pembangunan karakter tersebut dapat
dilakukan oleh seorang tenaga pendidik terhadap muridnya, maka disinilah proses
interaksi berlangsung.
Proses interaksi ini dapat dikatakan sebagai
proses sosiologis dalam pendidikan. Banyaknya proses interaksi yang kurang
selaras di dunia pendidikan mengakibatkan para pelajar tidak tercetak secara
optimal.
Untuk itu,
sangatlah penting sebuah interaksi antara tenaga pendidik dengan muridnya di
dunia pendidikan agar mampu mencetak para pelajar secara optimal. Makalah
“Landasan Sosiologis dan
Kultural Pendidikan” ini yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan
di atas.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Landasan Sosiologis dan
Kultur Pendidikan?
2. Apa yang dimakhsud dengan Teori sosial
dan budaya masyarakat sebagai landasan pelaksanaan pendidikan?
3. Bagaimana sikap yang mencerminkan
nilai-nilai sosial?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Dapat memahami Pengertian Landasan
Sosiologis dan Kultur Pendidikan
2. Dapat memahami Teori sosial dan budaya
masyarakat sebagai landasan pelaksanaan pendidikan
3. Dapat memahami sikap yang mencerminkan
nilai-nilai sosial
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Landasan Sosiologis dan Kultural Pendidikan
1. Pengertian
Landasan Sosiologis
Landasan
berasal dari kata “landas” yang berarti “alas atau tumpuan”[1]. Secara
leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan
merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan[2]. sedangkan Sosiologi pendidikan
berasal dari dua kata, sosiologi dan pendidikan. Secara Etimologi sosiologi
berasal dari kata Latin socius yang berarti “kawan” dan kata
Yunani logos yang berarti “kata” atau “berbicara[3],
sedangkan Pendidikan dari bahasa Yunani paedagogie yang
berarti bimbingan yang diberikan kepada anak[4].
Berikut
ini beberapa definisi dari pendapat para ahli:
a. Ellwood. Sosiologi pendidikan adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang maksud hubungan – hubungan antara
semua pokok masalah antara proses pendidikan dan proses sosial.
b. Menurut S. Nasution, sosiologi
pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara – cara mengendalikan
proses pendidikan untuk mengembangkan proses kepribadian individu agar lebih
baik[5].
Dari pengertian sosiologi pendidikan
di atas, secara sederhana dapat di simpulkan bahwa yang dinamakan dengan
sosiologi pendidikan adalah ilmu pengatuhuan yang mempelajari permasalahan –
permasalahan pendidikan dan berusaha untuk mencari pemecahannya berdasarkan
pendekatan sosiologis[6].
Sosiologi pendidikan merupakan
analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola – pola interaksi sosial di dalam
sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi
pendidikan meliputi empat bidang: Hubungan sistem pendidikan dengan aspek
masyarakat lain, Hubungan kemanusiaan di sekolah, Pengaruh sekolah pada
anggotanya, Sekolah dalam komunitas, yang mempelajari pola interaksi antara
sekolah dengan kelompok sosial lain di dalam komunitasnya[7].
2. Pengertian Kultural Pendidikan
Kultural
Pendidikan (education culture) merupakan gagasan, konsep, yang mendasari
praksis pendidikan. Kebudayaan pendidikan merupakan aspek dari keseluruhan
kebudayaan. Oleh sebab itu kebudayaan pendidikan tidak terlepas dari
keseluruhan elemen – elemen kebudayaan khususnya filsafat, ilmu pengetahuan,
adat istiadat, dan cara hidup lainnya[8].
Pendidikan
selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi masyarakat
dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU RI No.
2 Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Sistem
Pendidikan Nasinal adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan
pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat di
lestarikan atau dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dan generasi
penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun
formal. Sebaliknya bentuk, ciri – ciri dan pelaksanaan pendidikan
itu ikut di tentukan oleh kebudayaan masyarakat dimana proses pendidikan itu
berlangsung. Dimaksudkan kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia
berupa norma – norma, nilai – nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi
yang dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat tertentu[9].
Kebudayaan
sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi karya itu akan selalu
terkait dengan pendidikan, utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti
luas tersebut dapat berwujud:
1.
Ideal
seperti ide, gagasan, nilai, dan sebagainya
2.
Kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
3.
Fisik
yakni benda hasil karya manusia[10].
Kebudayaan dapat dibentuk, di
lestarikan, atau dikembangkan karena dan melalui pendidikan. Baik
kebudayaan yang berwujud ideal, atau kelakuan dan teknologi, dapat diwujudkan
melalui proses pendidikan[11].
Dengan demikian bisa di simpulkan
bahwasannya, Kultural pendidikan merupakan sesuatu pengetahuan yang membahas
tentang bagaimana cara membudayakan atau mewariskan pola tingkah laku, nilai –
nilai, dan norma - norma pendidikan di segala bidang dengan jalur pendidikan
yang berlandaskan kebudayaan atau kultur suatu bangsa tersebut.
B. Teori
Sosial Dan Budaya Masyarakat Sebagai Landasan Pelaksanaan Pendidikan
Teori merupakan alat untuk melakukan analisis. Oleh sebab itu, teori
bukan merupakan tujuan suatu analisis, tetapi merupakan alat untuk memahami
kenyataan atau fenomena, suatu teori kadang kala tidak mampu secara tuntas
menganalisis sesuatu. Oleh karena itu melalui penelitian, teori ini dipertajam,
diperkuat, atau bahkan sebaliknya dibantah dengan suatu kenyataan atau fenomena[12].
Dalam sosiologi, teori telah mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Dalam bab ini, kita hanya membatasi empat teori yaitu :
1.
Teori Struktural Fungsional
Teori struktural Fungsional menjelaskan
tentang bagaimana berfungsinya struktur. Setiap struktur (Mikro seperti
persahabatan, organisasi, dan makro seperti masyarakat) akan
tetap ada sepanjang ia memiliki fungsi. Oleh sebab itu, kemiskinan misalnya,
akan tetap ada sepanjang ia memiliki fungsi. Herbert gans (1972) menemukan 15
fungsi kemiskinan bagi masyarakat amerika, diantaranya : 1) Menyediakan tenaga
untuk pekerjaan kotor bagi masyarakat. 2) Memunculkan dana-dana social. 3)
Pemanfaatan barang bekas yang tidak digunakan oleh orang kaya. 4) Menguatkan
norma-norma social utama dalam masyarakat. 5) Orang miskin memberikan standar
penilaian kemajuan bagi kelas lain[13].
2.
Teori Struktural Konflik
Teori struktural konflik menjelaskan bagaimana struktur memiliki
konflik. Berbeda dengan teori struktural fungsional yang menekankan pada fungsi
dari elemen-elemen pembentuk struktur, teori structural konflik melihat bahwa
setiap struktur memiliki berbagai elemen yang berbeda. Elemen yang berbeda ini
memiliki motif, maksud, kepentingan, atau tujuan yang berbeda-beda juga.
3.
Teori Interaksionisme Simbolik
Teori interaksionisme simbolik memahami realitas sebagai suatu
interaksi yang di penuhi berbagai symbol. Kenyataan merupakan interaksi
interpersonal yang menggunakan simbol-simbol. Penekanan pada struktur
oleh dua teori makro yang di bahas sebelumnya, yaitu struktural konvensional
dan konflik, telah mengabaikan proses interpretatif dimana individu secara
aktif mengkontruksikan tindakan-tindakan dan proses interaksi dimana
individu menyesuaikan diri dan mencocokan berbagai macam
tindakannya dengan mengambil peran dan komunikasi simbol[14].
Contoh : Misalnya anda mempunyai seorang adik kecil atau keponakan yang masih
anak-anak karena anda belajar sosiologi, maka rasa ingin tahu anda terhadap apa
kenapa dan bagaimana orang berpikir atau melakukan sesuatu itu tinggi. Ketika
anda dapati adik atau anak kecil sedang bermain dengan teman sebayanya,
anda menyapa mereka dengan bertanya, “sedang ngapain, dek ?” Mereka menjawab
sedang mengendarai mobil. Apa yang dimaknai dengan mobil adalah sofa di ruang
tamu. Jadi saat mereka bermain mereka menciptakan symbol, yaitu dengan memaknai
sofa di ruang tamu sebagai symbol mobil.
4.
Teori Pertukaran
Teori pertukaraan melihat dunia sebagai arena pertukaran, tempat
orang-orang saling bertukar ganjaran/ hadiah. Apapun bentuk perilaku sosial
seperti persahabataan, perkawinan, atau perceraian tidak lepas dari soal
pertukaran[15].
C. Pengaruh
Kehidupan Sosial Dan Budaya Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Pendidikan
1.
Kehidupan Sosial
Berpengaruh Terhadap Pelaksanaan Pendidikan
Pada dasarnya masyarakat senantiasa
memiliki dinamika untuk selalu tumbuh
dan berkembang disamping itu juga, setiap masyarakat memilki identitas sendiri
sesuai dengan pengalaman budaya dan perbendaharaan alamiah-nya. Masyarakat
sebagai satu totalitas memiliki physical environment (lingkungan
alamiah, benda-benda, iklim, kekayaan material) dan social environment (manusia,
kebudayaan, dan nilai-nilai agama), sumber daya alam, sumber daya manusia, dan
budaya.
Sebagaimana yang diungkapkan terdahulu,
keterkaitan masyarakat dengan pendidikan sangat erat dan saling memengaruhi.
Suatu kenyataan bagi setiap orang bahwa
masyarakat yang baik, maju, modern, ialah masyarakat yang didalamnya ditemukan
suatu tingkah pendidikan yang baik, maju dan modern pula, dalam wujud
lembaga-lembaganya maupun jumlah dan tingkat orang yang terdidik. Dengan
perkataan lain, suatu masyarakat maju karena adanya pendidikan yang maju, baik
dalam arti kualitatif maupun kuantitatif[16]. Learning Society adalah
masyarakat yang selalu suka belajar atau masyarakat pembelajar. Proses
menjadikan masyarakat sebagai masyarakat pembelajar bisa dicapai melalui
berbagai cara, termasuk di dalamnya adalah melalui pendidikan formal (sekolahan)
bagi warganya. Lingkungan kehidupan masyarakat yang baik dapat mendorong anak
untuk berkembang pribadi kreatifitasnya[17].
Identitas dan perkembangan masyarakat
tersebut sedikit banyak akan berpengaruh terhadap sekolah. Pengaruh tersebut
baik dalam orientasi dan tujuan pendidikan maupun proses pendidikan itu
sendiri. Dalam orientasi dan tujuan pendidikan jelas sedikit banyak akan
diwarnai oleh masyarakatnya mengingat sekolah merupakan lembaga masyarakat,
sekolah berada di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu wajar bila
kurikulum sering diadakan perubahan dan tujuan pendidikan rumusannya mengalami
perubahan mengingat keadaan masyarakat memang berkembang dan berubah pula.
Sedang proses pendidikan sering mengaalami perubahan . misalnya diterapkan proses
belajar mengajar dengan pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), penggunaan
modul paket belajar, mesin mengajar dan lain-lain semata-mata karena kemajuan
baik di masyarakat maupun disekolah itu sendiri. Kemajuan di masyarakat tidak
sekedar kemajuan peradaban saja, tetapi juga dimiliknya sarana-sarana, kemajuan
ekonomi sehingga mampu menompang kebutuhan sekolah. Dengan demikian dapat
disimpulkan pengaruh dan peranan masyarakat terhadap sekolah sebagai berikut[18] :
a. Sebagai
arah dalam menentukan tujuan
b. Sebagai
masukan dalam menentukan proses belajar mengajar
c. Sebagai
sumber belajar
d. Sebagai
pemberi dan dan fasilitas lainnya
e. Sebagai
laboratorium guna pengembangan dan penelitian sekolah
2. Budaya
Masyarakat Berpengaruh Terhadap Pelaksanaan Pendidikan
Kebudayaan sebagai dinamika kehidupan
manusia akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman, percepatan
perkembangan ilmu dan teknologi,serta perkembangan proses pemikiran manusia.
Perkembangan-perkembangan tersebut tidak dapat disangkal dipengaruhi oleh
pendidikan. Kecuali itu pendidikan adalah bagian dari kebudayaan itu sendiri
dan mempunyai pengaruh timbal-balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan
juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan.
Tampak bahwa pendidikan berperan dalam mengembangkan kebudayaan. Pendidikan
adalah medan manusia dibina, ditumbuhkan, dan dikembangkan potensi-potensinya.
Semakin potensi seseorang dikembangkan semakin ia mampu menciptakan atau
mengembangkan kebudayaan. Sebab pelaku (aktor) kebudayaan adalah manusia.
Kehidupan budaya masyarakat yang
mendasari penyelenggaraan pendidikan melipuiti kondisi-kondisi kultural yang
ada dalam masyarakat berupa: sistem nilai yang dianut, aneka kepercayaan,
mitos-mitos, tata kelakuan atau norma, perilaku kebiasaan atau adat istiadat,
etnisitas, dan kesenian[19].
Salah
satunya dimasyarakat terdapat norma-norma sosial
budaya yang harus diikuti oleh warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam
pembentukkan kepribadian warganya dalam pendidikan. Para tokoh agama atau tokoh
masyarakat berperan dalam penularan norma-norma masyarakat disamping
orang tua kepada anak-anak tentang adat istiadat atau tradisi atau sopan
santun, baik dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun dalam pergaulan
sehari-hari. Norma-norma masyarakat yang berpengaruh tersebut sudah merupakan
aturan-atruran yang ditularkan oleh generasi itu kepada generasi mudanya.
Penularan-penularan yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan ini sudah
merupakan proses pendidikan masyarakat[20].
[1] Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Akar Media, 2003, hlm.315
[2] Sulipan,
htttp://wordpres.com/2009/10/02/pengertian-dan-jenis-landasan-pendidikan/,
diakses tanggal 21-10-2017, Pukul: 19.00
[3] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu
Pengantar, Jakarta: Radar Jaya Offset, 1986, hlm.3
[4] Moh. Padil & Triyo Suprayitno, Sosiologi
Pendidikan, Malang: UIN Press, 2010, hlm.3
[5] Ibid, 5
[6] Ibid, 6
[7] Umar Tirta Rahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar
Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005, hlm.95
[8] H.A.R. Tilaar, Pendidikan Kebudayaan, Dan
Masyarakat Madani Indonesia Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2002, hlm.103
[9] Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar
Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005, hlm.100
[10] Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar
Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005, hlm.100
[11]
Ibid
[12]
Damsar,
Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Pranada Media Group, 2011 halaman 49
[13]
Ibid, 50
[14]
Ibid, 58
[15]
Ibid, 62
[16] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 110
[17] Rochmat
Wahab, Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: CV. Aswaja Pressindo, 2011), hal.204-205
[18] Abu Ahmadi
dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001), hal 38
[19] Rochmat
Wahab, Memahami Pendidikan & Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: CV. Aswaja
Pressindo, 2011), hal.21
[20] Abu ahmadi
dan nur uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (jakarta: PT Rineka Cipta, 2001), hal 184